
Sebetulnya udah lama namatin novel ini. Tapi baru kepikir mereview di sini setelah nonton berita di TV tentang KPK yang habis melakukan sidak ke bea cukai, terus ada yang usul supaya KPK juga ‘menggilir’ institusi lain termasuk mabes Polri. Lho kok bisa kepikir dari sini? Karena gini, kalau dalam kasus korupsi itu yang menyelidiki dan menindak
Novel ini berkisah tentang kemelut di dalam sebuah organisasi pemerintah Amerika Serikat, National Security Administration atau NSA (kalau pernah nonton Swordfish dan inget ada Halle Berry, di situ dia berperan sebagai agen NSA). NSA ini memegang data dan informasi yang paling classified di Amerika seperti strategi dan rencana militer, data agen rahasia, rancangan senjata nuklir, dan semacamnya. NSA juga mendapat privilege yang sangat istimewa atas nama kepentingan menjaga keamanan negara. Salah satu hak istimewa yang menjadi kontroversi adalah kemampuan menyadap semua komunikasi telepon dan email di seluruh dunia.
Suatu rahasia yang harus disimpan rapat oleh para elite NSA adalah sebuah mesin bernama TRANSLTR. Mesin ini berfungsi untuk memecahkan kode rahasia dan dianggap penciptaan tercanggih dan termahal di dunia teknologi informasi. Ketika jaringan terorisme, kriminal dan mata-mata semakin merasa tidak aman melakukan komunikasi via telepon, mereka beralih ke E-mail, dengan persepsi lebih sulit disadap. Tetapi nyatanya, bagi orang-orang NSA menyadap email ini hanya seperti child’s play. Dengan semakin ketatnya file transfer security menggunakan berbagai pensandian dari algoritma yang semakin rumit, pemecahan pass-key yang tadinya cukup sederhana dan mampu dilakukan komputer NSA kuno, tidak lagi mampu ditanganinya. Untuk itulah NSA membangun TRANSLTR yang mampu memecahkan kode sandi dari algoritma terumit dalam waktu hanya 12 menit, dan terbukti telah mampu memecahkan semua algoritma dari file-file yang pernah memasukinya. Sehingga file yang dienkripsi secanggih apapun dapat dibukanya. Tentu pengguna internet di seluruh dunia akan memprotes keras bila tahu keberadaan mesin semacam ini.
Seorang cryptography programmer NSA berkebangsaan Jepang Ensei Tankado yang juga terlibat dalam pembangunan TRANSLTR menentang adanya mesin semacam ini yang menurutnya melanggar privasi dan hak individual. Bila NSA berhak menjadi penjaga dan pengawas terhadap segala ancaman keamanan negara, lalu siapa yang mengawasi NSA sendiri yang memiliki berbagai privilege istimewa semacam itu? "Quis custodiet ipsos custodes?" kalimat latin yang artinya “Who will guard the guard?” Itulah prinsipnya mengoposisi NSA yang lalu mengirimnya untuk berbalik menjadi ancaman bagi NSA dengan menciptakan sebuah virus yang merusak sistem kerja TRANSLTR, komputer berkekuatan 3 juta processor.
Bagaimana Ensei Tankado bekerja? Virus buatannya ini dikamuflasekan olehnya sebagai algortima baru yang tidak bisa dipecahkan oleh siapapun yang dinamainya digital fortress. Dengan cara licin, si genius ini berhasil mengecoh deputy director NSA Trevor Strathmore sehingga menganggap virus kirimannya ini sebagai penemuan algoritma baru yang tidak dapat dipecahkan. Percaya pada Bergofsky Principle yang menyatakan bahwa bila komputer telah mencoba semua key, maka secara matematis dapat dijamin semua kode dapat dipecahkan, dan karena rasa penasaran terhadap tantangan Ensei Tankado dengan algoritma yang tak terpecahkan itu, Strathmore melanggar prosedur pengoperasian TRANSLTR dengan membypass Gauntlet filter, suatu filter anti virus yang menjamin semua file yang masuk ke TRANSLTR telah bebas virus.
Setelah mengirim virus dan membahayakan bukan hanya mesin TRANSLTR, tetapi lebih dari itu rahasia negara yang tersimpan di dalam databank sistem komputer NSA, hanya ada satu cara untuk menghentikan bahaya itu, yaitu dengan memasukkan password yang hanya diketahui oleh Ensei Tankado. Tetapi Strathmore bertindak terlalu jauh, Ensei Tankado yang dianggapnya membuat ancaman kepada negara telah dibunuh, sehingga tidak ada tempat untuk menanyakan password itu. Sebetulnya permintaan Tankado untuk menukar password itu sederhana saja, agar NSA memberitahukan ke seluruh dunia bahwa mereka memiliki TRANSLTR yang dapat meng-intercepet seluruh komunikasi di internet.
Nasi sudah menjadi bubur, tanpa Tankado maka elite NSA harus berjuang untuk mempertahankan rahasia negaranya yang sudah siap untuk disadap para hacker yang bertebaran di internet. Akhirnya sang kepala kriptografer Susah Flethcer tampil sebagai pejuang untuk mencari petunjuk dari sebuah kode yang terukir di cincin emas yang dipakai Ensei Tankado sebelum kematiannya. Autor best seller Da Vinci Code ini seperti ciri khasnya bermain dengan berbagai ilmu sandi mulai dari anagram, caesar box, simbol, bahasa latin sampai lambang atom unsur kimia, untuk mendapat password yang hanya terdiri dari...satu angka! Tetapi tidak mudah karena oleh sistem dibatasi mencoba sebanyak 3 kali entry dan dalam waktu sangat sedikit sebelum rahasia Amerika terbongkar ke seluruh dunia.
Diwarnai dengan intrik pengejaran untuk memperoleh cincin Tankado, pembunuhan dan saling curiga, menjadikannya sebuah novel thriller yang mendebarkan dan menantang pikiran. Meskipun dulu mata kuliah keamanan komputer bukan termasuk favoritku, pas baca novel ini jadi sempet kepingin jadi ahli kriptografi (dreaming mode on ^_^). Buat yang belum baca, apalagi kalo orang IT segera baca deh.
No comments:
Post a Comment