Sunday, October 2, 2011

Aba dan Ummi

Taman Kanak-kanak

Aba (panggilanku untuk ayah) menggandeng langkah kecilku menuju pintu kelas. Sebelumnya dia memboncengku dengan sepeda tuanya dari rumah ke sekolah. Sepeda tua nya bukan jenis ontel, lebih sedikit modern dari itu, walau rantainya menggunakan rantai motor. Kursi sepeda terbuat dari besi, kursi yang sering membuat pantatku sakit, berhubung jalanan kecil di Makassar saat itu masih banyak yang berlubang.


Google Pict.


Di dalam kelas sudah banyak anak kecil lain. Entah aku anak yang pemalu atau cukup aktif seperti sekarang. Aku tidak begitu ingat dengan masa Taman Kanak Kanak. Hanya beberapa yang kuingat, kakiku yang terjepit ayunan atau kepalaku bocor karena terbentur pondasi sekolah. Dan yang aku ingat, aba yang memperkenalkanku. Memperkenalkan jagoan kecilnya. Jagoan kecil yang merengek takut ditinggal pulang. "Aba, tunggu aku sampai pulang yah"

Sekolah Dasar

Aku sudah bisa membaca dan menulis, walaupun tulisanku masih ala tulisan cakar ayam tapi aku bangga sudah bisa menulis. Kini aku yang memperkenalkan diriku kepada teman-teman dan guruku, walau masih menunggu untuk disuruh. Tadi pagi memang Ummi (panggilanku untuk ibu) berbisik dan berjanji mengantarku sekolah, bisikannya membuatku semangat membawa tas sekolah dengan gambar superhero yang berwarna-warni.
"nak bangun, kamu sudah kelas 1 SD loh"
Bisiknya sambil tersenyum membangunkanku, yaa cintamu membuatku optimis ummi.

Kini di depan kelas, aku bisa memperkenalkan diriku sendiri, dan juga menyebut dengan bangga nama kalian di depan teman dan guruku.
"Juanda Ayahku, Yusna Ibuku". Dengan penuh senyum kusebut itu :) .

MTs, Aliah, dan SMA

Aku sudah mulai beranjak dewasa, ini masa remajaku. Tepat kelas 3 MTs nanti aku sudah mimpi basah. Aku sudah mulai menyembunyikan banyak hal, termasuk dalam perkenalan. Aku tak lagi menyebut nama Aba dan Ummi dalam perkenalanku, tak ada kesempatan untuk itu. Malah, pertanyaan yang biasa seperti hobi dan ukuran sepatu yang lebih sering muncul. Kenapa tak ada kesempatan dalam perkenalan untuk menyebut nama kalian ?. Begini memangkah masa remaja ?. Masa dimana sudah ada jarak, masa dimana aku dan remaja lainnya sudah mulai enggan menyebut nama kalian di depan teman sebaya. Aba dan Ummi maaf, tak sempat kusebut nama kalian dalam perkenalanku. Padahal aku tahu, namaku selalu ada dalam lirih doa kalian.

Kini aku Mahasiswa

Aku sudah mulai mengurus administrasi untuk pendidikanku sendirian. Kalian tak lagi mengantarku ke gerbang kampus. Aku sudah membawa motor pemberian kalian, hanya kucium tangan dan pipi kalian sebelum berangkat tadi. Ummi, kau mengusap kepalaku dan mencium pipi sambil berujar,
"kuliah yang baik ya nak".
Dan Aba, kau tetap berpesan seperti biasa kepadaku,
"Jangan lupa shalat".
Aku hanya mengangguk dan pergi.

Aku kini berada di dalam kelas, banyak wajah baru disini. Mereka teman kuliahku, semua sebaya. Banyak tahun kulewati dengan pengalaman untuk berkenalan. Aku tak sungkan lagi menjulurkan tangan sebagai tanda perkenalan kepada teman baruku. Bahkan, jika ada wanita yang mengganggu pikiranku, tak sungkan kuminta nomor hapenya. Semua berubah, kini aku pria dewasa yang sudah lebih percaya diri. Tapi, tak juga kuperkenalkan nama kalian, Aba dan Ummi.


Entah sampai kapan kebiasaan ini kulakukan. Aku tak lagi dengan bangga memperkenalkan nama kalian. Tak seperti ketika aku SD dan Tk yang semangat menyebut nama kalian. apa semua anak remaja seperti ini ?. Lagi-lagi aku bertanya hal itu.

Aku berjanji, suatu saat, akan ada seorang gadis yang betul-betul akan kupinang sambil kuperkenalkan nama kalian.
"Juanda Ayahku, Yusna Ibuku"


Note : mungkin karena ada di beberapa daerah yang menjadikan nama orang tua sebagai bahan ledekan. Maka dari itu saya jarang memperkenalkan nama orang tua kecuali kepada orang tertentu.

9 comments:

fandy said...

Jadi kepikiran, "iya ya, kenapa semakin bertambah umur, kita tak lagi dg bangga menyebutkan nama kedua orang tua kita saat berkenalan, layaknya anak-anak?"

Tulisan yg bagus :)

pujangga jalanan said...

iyaa..
dulu banyak adek tentor saya malu nyebut nama orang tuanya..
katanya takut diledek sama temannya..

Ujang Arnas said...

Asik sekali nih :)
aktig ngeblog ya pujangga jalanan :D

hahahaha
keren2...

pujangga jalanan said...

semoga penuh inspirasi kk kodok :D
ahahaha
cuma nanti susah cari pembaca kayaknya -_-a

Anonymous said...

kok gue jadi sedih ya lied? hahaha.

khdjhmrdhyh said...

haha ternyata emang guenya yang katro -,-

ahazrina said...

tapi gue dari dulu emang ngga pernah ngenalin nama orang tua tau lid. beda kebiasaan kali ya :)

pujangga jalanan said...

@chodi : Haha kenapa lu chod ? :p

@ziy : Gue kira cuma di sulsel, tadi nanya bokap yang kecil sampe gede di jakarta, katanya iya juga..

Yusna Fadliyyah Apriyanti said...

Keren lidh ceritanya, jadi mikir2 lagi..
soalnya sekarang yang temen2 kita tau, kita punya ayah dan ibu, mamah dan papah atau ummi dan abi..
yah, tergantung bagaimana cara kita memanggilnya..

o yah, awalnya kaget. nama Umminya bneran Yusna?